Di balik tragedi Situ Gintung yang menewaskan puluhan orang, banyak
cerita misteri yang mengiringi danau seluas 21 Ha tersebut. Seminggu
sebelum tanggul jebol, ada informasi kalau sang penunggu, Nyi Mas Melati
menampakkan diri dengan berpakaian serba putih di tengah Situ Gintung,
Cirendeu, Ciputat.
Kejadian ini termasuk langka dan jarang terjadi terlebih setelah
adanya ‘Pulau Bergeser’ di Situ Gintung tahun 1986. Saat itu, menurut
Abah Nur, 76, tokoh masyarakat yang yang tinggal sejak tahun 1965, ada
cerita munculnya ular besar yang berdiameter sebatang pohon kelapa.
“Setelah munculnya ular raksasa di tengah situ, tiba-tiba timbul
gundukan tanah atau yang disebut sebagai pulau kecil di dalam Situ
Gintung yang bergeser ke tengah-tengah setu. “Pulau itu terlihat saat
air setu menyusut atau kering. Tapi kalau meluap tak terlihat sama
sekali,” kata Abah Nur, Jumat (27/3).
Aroma mistik tersebut kembali muncul seminggu lalu, saat sejumlah
warga yang sedang memancing sekitar Pk. 18:30 melihat munculnya sinar
terang di tengah situ. Sinar itu menggambarkan wanita berparas cantik
yang lebih dikenal warga sekitar sebagai Nyi Mas Melati, sang penunggu
situ yang dibangun pada tahun 1933 oleh Belanda.
Menurut dia, sejak munculnya penunggu situ, membuat beberapa warga
merasa khawatir akan adanya bencana alam. “Namun kami tak menyangka,
ternyata bencana tersebut berupa ambrolnya situ yang minta tumbal
nyawa,” ujarnya.
BUAYA PUTIH
Cerita mistik dari kawasan Situ Gintung tak hanya penunggu wanita cantik
saja, namun warga yang hobi mancing sering melihat ada buaya putih
kerap menampakkan diri di malam-malam tertentu.
“Banyak yang sudah melihat buaya putih itu. Mereka cerita kepada
warga hingga berkembang sampai sekarang. Apalagi sebelum kawasan di
sekitar situ belum banyak dibangun rumah mewah, sering kali dijumpai
hal-hal berbau mistik,” kata Muhamad Piong alias Cing Muhamad, 72, juru
kunci Situ Gintung.
Menurut Cing Muhamad, dirinya merupakan keturunan keempat dari juru
kunci Situ Gintung. “Dahulu situ ini dipegang kakak kandung ibu saya
yakni Ma Enong. Ma Enong ini merupakan juru kunci situ pertama yang
diteruskan ke Obri, saudara saya. Terakhir saya dipercaya. Namun saat
ini sudah tidak aktif lagi,” katanya.
HAWA SIO (DINGIN)
Keangkeran Situ Gintung, diakui H.Nun, 67, kerabat dari H.Koko,
pengelola Restoran Situ Gintung. “Dahulu kala penunggu situ, titip
kepada bapaknya, Soenhaji agar merawat danau dengan baik. Akhirnya danau
itu dibangun restoran dan berbagai fasilitas sampai sekarang,” kata
H.Nun.
Ia menambahkan, mungkin terjadi salah pengelolaan di sekitar Situ
Gintung hingga membuat penunggunya marah. “Namun terlepas dari itu
semua, saya tetap meyakini semua musibah datangnya dari Allah SWT
sebagai ujian kepada hambanya,” tukasnya.
Warga setempat, Ny.Maria, 47, mengakui angkernya Situ Gintung karena
hawanya sio (dingin). “Lokasinya memang indah dan enak dikunjungi
sebagai tempat rekreasi. Namun, kalau di sana rasanya aneh dan hawanya
dingin. Tanpa sebab apa-apa, bisa saja ada pengunjung atau warga yang
meninggal. Seperti minta tumbal yang terjadi hampir setiap tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar